Minggu, 08 Juni 2014

Betapa aqu mncintai mu???

puisi pagi siang hari
embun di pagi hari bagaikan aku masih belum
mengenali hal itu
tetapi tiba-tiba matahari terbit menghapus
embun pagi itu bagaikan aku telah mengenali
artinya cinta yang tumbuh sendirinya dari
dalam diriku pada waktu saat ku pertama kali
bertemu dengan dirimu wahai kekasihku
dan dilanjuti dengan awan putih yang datang
agar mengurangi panasnya udara matahari itu
bagaikan cinta banyak cobaannya
dan juga di selimuti angin-angin yang datang
agar udaranya sedikit dingin bagaikan cinta ini
perlu perhatian besar kepadamu wahai
bidadariku
awan yang gelap bagaikan kesepian hatiku
ketika sebuah bulan purnama menerangkan
gelapnya malam itu bagaikan kamu disisiku dan
aku merasa nyaman berada di dekatmu
dan juga ditaburi banyaknya bintang-bintang
yang selalu setia menemani bulan purnama itu
bagaikan banyaknya wanita yang cantik-cantik
tetapi aku hanya setia mencintaimu sampai
akhir hayatku ^^
puisi pagi siang hari
embun di pagi hari bagaikan aku masih belum
mengenali hal itu
tetapi tiba-tiba matahari terbit menghapus
embun pagi itu bagaikan aku telah mengenali
artinya cinta yang tumbuh sendirinya dari
dalam diriku pada waktu saat ku pertama kali
bertemu dengan dirimu wahai kekasihku
dan dilanjuti dengan awan putih yang datang
agar mengurangi panasnya udara matahari itu
bagaikan cinta banyak cobaannya
dan juga di selimuti angin-angin yang datang
agar udaranya sedikit dingin bagaikan cinta ini
perlu perhatian besar kepadamu wahai
bidadariku
cintaku padamu sebesar gunung-gunung yang
berada di bumi ini...
sayangku padamu seluas samudera...
kasihku padamu setinggi langit...
kekasihku pada saat ku memegang kedua
tanganmu entah kenapa diriku terasa
hangat...
kekasihku pada saat ku dekat denganmu entah
kenapa diriku merasa
nyaman...
kekasihku pada saat ku melihat kedua bola
matamu yang indah itu entah kenapa hidupku
terasa berwarna...
kekasihku pada saat ku melihat senyum dan
tawa yang keluar dari bibir manismu entah
kenapa hatiku merasakan kebahagian...
kekasihku entah kenapa aku dekat denganmu
aku merasakan hidupku yang penuh
berarti...dan entah kenapa pada saat kau jauh
diriku terasa hampa
aku sangat menyangimu wahai kekasihku

Rabu, 04 Juni 2014

Aff'-100-adakah waktu untuk ku

Adakah Waktu Untuk Ku
http://elangduka.blogspot.com
mentari telah terbenam..
kaki melangkah melintasi jalan setapak..
singgah ke pengasingan..
duduk manis menunggu pagi..
disini..
hanya bisa menikmati keadaan..
segelas kopi..
sebatang rokok..
bergelut dengan keheningan..
mata tak pernah terpejam..
kehangatan jauh terasa..
embun pagi selalu menggoda..
akankah ada hari yang akan merubah
semuanya..
dimana aku bisa menikmati hangatnya
mentari..
dimana aku bisa bermimpi dengan indah..
dimana aku bisa melewati hari tanpa
kegelapan..
adakah waktu untukku?..
waktu yang selama ini tertinggal..
waktu yg selama ini terbuang..
waktu yang selama ini ku nantikan..
aku lelah..
lelah dalam kegelapan ini..
lelah dengan kesunyian ini..
mataku pun telah bosan menatap kegelapan
ini..
telingahku pun jenuh mendengar suara
jangkrik..
aku ingin..
saat ku menatap..
ku bisa melihat jelas warna-warni kehidupan..
bukan hitam pekat yang selalu terhalang
kabut..
bukan kedinginan dari embun pagi..
tapi hangatnya sinar mentari..

Menunggu

Menunggu adalah….
by:elang duka dalam puisi http://elangduka.blogspot.com
Menikmati kesendirian yang panjang hingga
sang pangeran datang
Menjadikan diri larut dalam kesetiaan yang
tiada habisnya
Memperjuangkan diri menghadapi kesabaran
tiada batas
Menghitung setiap jengkal kehidupan dan
waktu yang terus bergulir
Menunggu itu…
Melelahkan
Menghabiskan waktu
Menghancurkan kesabaran
Membosankan
Namun tanpa menunggu…
Hidupku serasa jalan ditempat
Terhenti tanpa bisa berbuat apa-apa
Stagnan..
Menjalani hidup dalam rutinitas yang biasa
dan itu-itu saja
Menghabiskan masa dalam keterasingan
usia…
Karena bagiku, menunggu adalah…
Membuka gerbang-gerbang ilusi menjadi
nyata
Menatap masa depan nan gemilang
Menanti kehidupan yang lebih berwarna
Menjadikan hidup lebih baik dan bertumbuh
lagi
Menemukan jalan setapak yang hampir hilang
dan
Berjuang mempertahankan kesetiaanku…..
Pada kamu
Iya… dirimu
Karena hidupku ada bersamamu
Cinta aku ada di belahan duniamu
Mimpi-mimpiku… mengikuti langkahku
bersamamu
Cita-citaku adalah hidup bersamamu
Menungguku adalah … menunggu hidup
bersamamu
Karena menunggu adalah…
Cinta dan kehidupan yang lebih baik
Bersamamu…
Iya, kamu…
Aku ingin hidup bersamamu dalam suka dan
duka
Hingga mati memisahkan raga

Jumat, 18 April 2014

Kata mutiara

Hidup ibarat menaiki sepeda, agar tidak
terjatuh dan tetap seimbang, kita harus terus
bergerak dan mengayuhkan kaki. Selamat
Siang
dan tetap Semangat ya.
http://elangduka.blogspot.com
***************************

IBU

catatan kasih mu ibu .
IBU.....
Aku tak tau apa yang harus kuLakukan tanpa
dia
Dia yang seLaLu mengerti aku
Dia yang tak pernah Letih menasehatiku
Dia yang seLaLu menemani
DiaLah Ibu
Orang yang seLaLu menjagaku
Tanpa dia aku merasa hampa hidup di dunia
ini
Tanpa.nya aku bukanlah apa-apa
Aku hanya seorang manusia Lemah
Yang membutuhkan kekuatan
Kekuatan cinta kasih dari ibu
Kekuatan yang Lebih dari apapun
Engkau sangat berharga bagiku
WaLaupun engkau seLaLu memarahiku
Aku tau
Itu bentuk perhatian dari mu
Pada kala aku mengenang ibu
masih terasa eratnya pelukanmu,
panas air mata membasahi pipi,
tempatmu masih terpahat di hatiku,
pasir berpindah ,pantai masih di situ,
waktu berubah, kasihku masih padamu.
Kesudahan hidup, kematian yang pasti,
pemergian yang kutangisi ,hingga kini
kasih sayangmu menggegar jiwa,
ada tugas belum selesai,
ada hajat belum tertunai,
ada budi belum dibalas,
bagai hutang yang belum dilunasi,
terlalu banyak yang kuterima,
terlalu sedikit yang sempat kuberi
kesalku kemewahan ini tak dapat dibagi.
http://elangduka.blogspot.com

Minggu, 13 April 2014

Kumpulan lagu2 SIMPONI (sindikat musik penghuni bumi)

Terlalu Banyak
Rumah bagai rimba / Hawa nafsu hewan buas
Otak kosong, hati beringas / Anak sendiri
menjadi mangsa
Sekolah bagai lautan / Diserang badai tanpa
teladan
Ilmu bintang tak diajarkan / Masa depan telah
tenggelam
Tak sanggup lagi, tuliskan lagi / Inisial korban,
setiap hari
Semakin banyak, semakin muda / Semakin
dekat, semakin suram
Pergaulan bagai perjudian / Sembarang kawan
penuh jebakan
Pacar percaya jadi perdaya / Informatika
simalakama
Jangan kita biarkan / Keadilan harus ditegakkan
Lirik: M. Berkah Gamulya / Lagu: Rama Aruman
“Etta”
Lagu ini tentang pelaku kekerasan seksual yang
berada sangat dekat dengan korban, pelaku
memanfaatkan kekuasaannya (status, umur,
pengaruh, jabatan, agama, dll), jumlah korban
yang semakin banyak dan semakin muda,
terjadi setiap hari. Genre: Rock N’ Roll.

perEMPUan
Cita tak bisa tegak / Tanpa rasa berani
Kita bangun pasak / Dengan perjuangan sejati
Kendaraan tercepat / Adalah imajinasi
Biarkan kami melesat / Untuk kesetaraan yang
hakiki
Luka tegarkan jiwa / Hilang dalam senyuman
Duka bangunkan rasa / Satu dalam pelukan
Agar kesedihan / Menjadi masa lampau
Agar keadilan / Melimpah dalam sejarah
(Empu) Bukan objek seksual / (Empu) Subjek
keadilan
(Empu) Kemuliaan, kehormatan / (Empu)
Lahirkan masa depan
Lirik: M. Berkah Gamulya, Bayu Agni / Lagu:
Rama Aruman “Etta”, Bayu Agni
Lagu ini tribute kepada semua perempuan,
penyintas, organisasi, laki-laki, transgender,
dan siapapun yang tak pernah lelah
memperjuangkan hak-hak perempuan,
penghentian kekerasan terhadap perempuan
dan keadilan gender. Genre: Pop alternatif.

Kisah Cicak Buaya Belum Selesai
Si cicak badannya kecil / Buntut putus tak akan
mati
Ditangkaplah para pengutil / Agar negeri bebas
korupsi
Si buaya giginya tajam / Badannya besar
kulitnya keras
Kasak-kusuk bikin konspirasi / Rekeningnya
gendut sekali
Cicak tak takut lawan buaya / Ibu pertiwi jadi
taruhannya
Cicak tak gentar diserang buaya /

Demi anak
cucu kita
Lirik: M. Berkah Gamulya / Lagu: Rendy Ahmad
Lagu ini bukan hanya soal ‘Cicak vs Buaya’ yang
ramai beberapa tahun lalu, tapi soal
perlawanan atas usaha-usaha pemberantasan
korupsi terus dilakukan para koruptor dan
kawan-kawannya, dengan segala cara. Revisi
KUHAP dan KUHP oleh DPR saat ini, yang
menghilangkan sejumlah wewenang penting
KPK, adalah salah satunya. Genre: Blues.
Pesisir dan Laut Milik Kami
Kekayaan kita ada di laut / Kemiskinan kita ada
di pesisir
Ikan-ikan mati karena pencemaran / Reklamasi
menjadi-jadi, kampung nelayan jadi korban
Rentenir merajalela, anak nelayan tak sekolah
Perahu tak lagi anggun, jembatan beton terus
dibangun
Kami akan rebut kembali / Pesisir, laut, milik
kami
Nenek moyang orang pelaut / Semangat kami
pantang surut
Jatah solar menguap, dihisap koruptor
Monopoli sektor properti, pantai bukan milik
kita lagi
Lirik: M. Berkah Gamulya / Lagu: Rendy Ahmad,
Andru Steven, Paul Simatupang, Rama Aruman
“Etta”
Lagu ini tentang ironi kehidupan nelayan dan
Indonesia sebagai negara kepulauan/kelautan
dengan arah pembangunan yang jauh dari
perspektif maritim, juga tentang lingkungan
hidup di pesisir yang rusak dan tercemar.
Reklamasi Teluk Benoa di Bali dan di banyak
daerah lain, juga rencana pembangunan
jembatan Selat Sunda, adalah beberapa
contohnya. Lagu ini kerjasama SIMPONI dengan
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
(KIARA). Genre: Country

Fajar Munir, Senja Kamisan
Malam tersenyum dalam misteri / Tuhan selalu
dalam dekap
Kamu menawan dalam sederhana / Cintamu
luar biasa
Api bumi sepanas semangatmu / Embun pagi
sedingin nasehatmu
Lalu akar tumbuh membesar / Kuat dan tak
tercabut
Kamisan, menolak lupa / Kamisan, lawan
ketakutan
Payung hitam, coba hapus kelam / Payung
hitam, untuk keadilan
Perjuangan baru selangkah / Tuk kemuliaan
sesama manusia
Mereka panik lalu membunuh / Muntahmu
muntahkan amarah
Lirik: Suciwati Munir dan M. Berkah Gamulya /
Lagu: Paul Simatupang, Andru Steven, Rama
Aruman “Etta”, Rendy Ahmad
Lagu ini tribute kepada Munir dan Aksi Kamisan
yang sudah berlangsung selama 7 tahun di
depan Istana Negara. Lagu ini juga sangat
spesial karena: lirik di bait pertama adalah
karya Suciwati Munir, istri dari aktivis HAM,
Munir, yang dibunuh di pesawat dalam
perjalanan ke Belanda pada 7 September 2004;
diciptakan di rumah masa kecil Munir di Batu,
Jawa Timur, pada 5-6 Mei 2013; pertama kali
dinyanyikan pada peresmian Omah Munir
(museum HAM) di Batu, Jawa Timur, pada 8
Desember 2013. Genre: Pop alternatif

Trias Corruptica
ExecuTHIEVES pencuri negeri sipil
Subsidi dicabut, bank-bank di-bail out
LegislaTHIEVES rajin bolos dan plesir
Utak-atik anggaran, minta komisi
JudicaTHIEVES jadi sarang mafia
Jubah hitam, palu ketidakadilan
Jumat keramat untuk kalian / Baris saja dalam
antrian
Koruptor harus dimiskinkan / Hey kawan, ini
kewajiban!

PancaGILA
1. Keuangan yang maha esa
2. Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak
beradab
3. Permusuhan Indonesia
4. Kerakyatan yang tidak dipimpin oleh
hikmat, tanpa kebijaksanaan, dalam
permusyawaratan perwakilan asal-asalan
5. Ketidakadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Lirik: M. Berkah Gamulya /Lagu: Bayu Agni
Lagu ini tentang korupsi yang beranak-pinak di
semua sektor kehidupan berbangsa dan
bernegara kita. Jatuhnya orde baru ternyata
tidak menghilangkan praktek kejahatan ini. lagu
ini adalah bentuk dukungan kami kepada KPK
dan semua pihak yang terus berjuang untuk
pemberantasan korupsi. Lagu ini pertama kali
dinyanyikan di depan Ketua KPK dan Ketua DPR
di Istora Senayan, 9 Desember 2013, pada Hari
Anti-Korupsi Internasional. Genre: Modern rock.

Berebut Surga
Tuhan semesta memberi cintanya / Kepada
semua umat manusia
Namun manusia berebut kasihnya / Saling
bertarung, tega menghukum
Tuhan ciptakan kita berbeda / Lalu mengapa
kita melawan-Nya
Perbedaan jadi anugerah / Jika akal dan hati
menangkap ilmu yang telah diberikan-Nya
Maka tiada lagi permusuhan / Dan umat
manusia hidup dalam kedamaian sejati /
Kemanusiaan lah jiwanya
Minoritas ditindas, mayoritas melindas / Sesat
menyesatkan, oh tolong hentikan!
Lirik: M. Berkah Gamulya / Lagu: Rendy Ahmad
Lagu ini menyoroti kekerasan atas nama agama
yang banyak terjadi di Indonesia, beberapa
pihak merasa paling benar sendiri, banyak
peristiwa kekerasan karena tidak menghormati
perbedaan (tentang apapun). Padahal toleransi
adalah hal yang dianjurkan dalam banyak
agama dan konstitusi. Genre: Balada/slow rock.

Gunung Padang
Pendar purnama pendar jiwa / Mengantarku
pada pintu purba
Meniti perjalanan ke masa silam / Mendaki asa
kejayaan bangsa
Denting musik indah bebatuan / Semilir angin
penuh kesejukan
Gunung Padang adalah perenungan / Tentang
rahasia suatu kemegahan
Akan kembali langkahku pada Gunung Padang /
Gotong royong untuk sejarah peradaban / Sibak
semua mimpi, tunjukkan pada dunia / Disana
kutemukan akarnya
Lirik: Dr (Phil) Lily Tjahjandari / Lagu: Rama
Aruman “Etta”
Lagu ini adalah penghargaan atas situs-situs
prasejarah di Indonesia, yang diteliti dengan
tekun oleh peneliti-peneliti dari dalam dan luar
negeri. Situs-situs ini menjadi bagian penting
dari perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah
dan peradaban bangsa. Lirik lagu ini dibikin
oleh salah satu anggota Tim Terpadu Riset

Mandiri Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat.
Genre: Balada/pop.
Sister in Danger
My old sister is in danger / My young sister is in
danger
My aunty is in danger / My mother is in danger
Don’t teach how to dress / Teach your brain
about humanity
My family is in danger / Your family is in danger
My friends are in danger / You are all in danger
Don’t rule how to walk / Watering your heart
with kindness
Don’t you blame the victims / Maybe you’ll be
the next
Let’s question the law / Where has justice gone
Show respect, empathy / Live in solidarity
Improve our attitude / Justice from the mind*
Lirik: M. Berkah Gamulya / Lagu: Rendy Ahmad,
Rama Aruman “Etta”
Lagu tribute kepada korban dan penyintas
kekerasan seksual di Indonesia dan dunia.
*Kutipan dari Pramoedya Ananta Toer. 2 video
musik lagu ini bisa dilihat di channel youtube:
simponiID, dan bisa didownload gratis di
reverbnation: simponii. Lagu ini diciptakan
tahun lalu, masuk di album pertama SIMPONI
‘Cinta Bumi Manusia’ tahun 2013. Genre: Pop
alternatif.

Bilang Saja
Segala yang ada di diriku / Kau hancurkan
semua ini
Dengan kata manismu / Hilang percaya aku
padamu
Pengorbanan yang telah kuberikan / Tiada
artinya lagi
Semua karena masa lalumu / Apa peduli dirimu
Dengan kesetiaanku pada dirimu / Untuk
dirimu
Bilang saja bila kau tak lagi cinta / Bilang saja
bila kau masih mencintainya
Bilang saja cinta kalau itu dusta / Bilang saja
kalau kau tak pernah mencintai aku
Hilang percaya aku padamu / Kau sia-siakan
aku
Dengan semua pengorbananku / Apa peduli
dirimu
Dengan kesetiaanku pada dirimu / Untuk
dirimu
Lirik/Lagu: Rendy Ahmad, Angga “Nyok”
Satu-satunya lagu galau, tentang percintaan
remaja. Genre: Pop.

Selasa, 11 Maret 2014

Arti sebuah kehidupan

ARTI KEHIDUPAN YANG
SESUNGGUHNYA
Kadang terlintas dipikiranku,
Apa sebenarnya arti kehidupan
ini
sesungguhnya?Setiap manusia
tentunya memilki kehidupannya masing-
masing.Semuanya memiliki arti
kehidupan yang berbeda,Seperti kamu
dan aku tentu berbeda tentang
pengertian hidup.Berbeda manusia
berbeda pula arti kehidupan
seseorang dan setiap manusia juga
mempunyai jalan masing-masing
untuk hidup.hal inilah yang
menyebabkan setiap manusia
mempunyai pengertian hidup yang
berbeda.Ada
yang sadar dan ada pula yang
tidak menyadari apa sebenarnya
arti dari sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Tidak ada
yang bisa menyangkal kalau
seseorang belum mengetahui akan
arti sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Tentu semuanya
memerlukan proses.Dalam
proses inilah manusia mencari akan
arti dari sebuah kehidupan yang sesungguhnya.
Saat manusia menemukan arti
kehidupannya selanjutnya manusia
berpikir untuk apa arti kehidupan ini?
Begitu manusia menemukan untuk
apa arti kehidupan tersebut.berarti ia
telah menemukan jati diri yang
sesungguhnya.Terlintas
dibenakku ketika melihat seorang
kakek berjalan kaki dengan
penglihatan yang kurang sempurna
begitu semangatnya ia menggeluti
pekerjaan sebagai penjual keliling.
Rasa iba datang ketika melihat
kondisi tersebut akan tetapi
dibenakku begitu terinspirasi
akan pencarian arti dari sebuah kehidupan
yang
sesungguhnya.Kemudian ada
lagi suatu cerita ketika yang
bertolak 180 derajat dari kisah
seorang kakek tadi.Seseorang yang
hidupnya berkecukupan,penuh
dengan kesenangan tiada derita
yang menghampirinya akan tetapi ia
tidak mempunyai arti kehidupan yang
sesungguhnya,Untuk apa arti
kehidupannya?Ia sendiri tidak pernah
menyadarinya.Kadang kita juga sering
kehilangan akan arti sebuah kehidupan yang
sesungguhnya.Tak sedikit pula orang
yang patah semangat,putus asa
dalam menjalani kehidupan.stress karena
tak mempunyai arah dan tujuan hidup.
Betapa pentingnya dalam diri
seseorang memahami akan arti
kehidupan yang sesungguhnya.Mungkin
diri kita akan terasa goyang saat
diterpa musibah.Kehilangan akan
sesuatu ataupun lainnya yang
menyebabkan diri terombang-ambing
dalam kehidupan.Seandainya kita
benar-benar memahami arti sebuah kehidupan
tentu kita akan benar-benar tegar
dalam menghadapi setiap gejolak
kehidupan.Sebagai manusia yang
beragama tentunya kita mempunyai
sandaran hidup akan keyakinan kita
terhadap tuhan.Kita bisa
menemukan arti kehidupan
sesungguhnya lewat agama yang
kita anut.Kita terus berpikir dan
mencari sampai pada titik yang
mempertemukan antara diri dengan
tuhan.Dengan begitu kita akan
sadar sejauh mana kita mengartikan
kehidupan ini.
Dan pada akhirnya tinggal
kita sendiri yang menyimpulkan Apa
arti kehidupan ini?Untuk Apa?Dan
Akan Dibawa Kemana Arah Kehidupan Kita
Tersebut?
mungkin kita sebagai manusia akan
terus berpikir dan mencari. Maka
sempatkanlah diri anda untuk
berpikir dan terus mencari Arti
kehidupan ini.Kita boleh berbeda akan
pengertian arti kehidupan ini,tetapi kita jangan
pernah sama-
sama terjerumus kedalam gejolak
kehidupan yang akan menyesatkan
diri kita sendiri.

Minggu, 09 Maret 2014

Karya m.yamin

KARYA M. YAMIN

GEMBALA

Perasaan siapa tidak kan nyata
Melihatkan anak berlagu dendang
Seorang sahaja di tengah dendang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib anak gembala
Berteduh di bawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang ke rumah di senja kala
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan elok permai
Wahai gembala di segara hijau
Mendengar puputmu menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau
(http://elangduka.blogspot.com)

INDONESIA TUMPAH DARAHKU

Bersatu kita teguh
Bercerai kita runtuh
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
Lihatlah kelapa melambai-lambai
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-cerai
Memagar daratan aman kelihatan
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengejar bumi ayah dan ibu
Indonesia namanya. Tanah airku
Tanahku bercerai seberang-menyeberang
Merapung di air, malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang
Sejak malam diberi kelam
Sampai purnama terang-benderang
Di sanalah bangsaku gerangan menompang
Selama berteduh di alam nan lapang
Tumpah darah Nusa India
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah-sebangsa
Bertanah air di Indonesia
(http://elangduka.blogspot.com)

Tanah Air

Pada batasan, bukit barisan
Memandang aku, ke bawah memandang;
Tampaklah hutan rimba dan ngarai;
Lagi pun sawah sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk, daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku
Sesayup mata, hutan semata
Begunung bukit, lemah sedikit
Jauh di sana, di sebelah situ,
Dipagari gunung satu persatu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya janat bumi kedua
-Firdaus melaju di atas dunia!
Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatera namanya, yang kujunjungi
Pada batasan, bukit barisan
Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala
Itulah laut, samudera hindia
Tampaklah ombak, gelombang berbagai
Memecah ke pasir, lalu berderai
Ia memekik, berandai-andai
“Wahai Andalas, Pulau Sumatera, harumkan
nama Selatan Sumatera”
(http://elangduka.blogspot.com)

Permintaan

Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku
Sebelah timur pada pinggirku
Diliputi langit berawan-awan
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Di mana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di pasir
Di sanalah jiwaku, mula tertabur
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi Barisan sebelah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur.
Juni 1921
(http://elangduka.blogspot.com)

BUKIT BARISAN

Hijau tampaknya Bukit Barisan
Berpuncak Tanggamus dengan Singgalang
Putuslah nyawa hilanglah badan
Lamun hati terkenal pulang
Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang
Habislah tahun berganti jaman
Badan merantau sakit dan senang
Membawakan diri untung dan malang
Di tengah malam terjaga badan
Terkenang bapak sudah berpulang
Berteduh selasih kemboja sebatang
(http://elangduka.blogspot.com)

GAMELAN

Tersimbah hati melihat bulan,
Diiringi awan kanan dan kiri;
Bagaikan benda berseri baiduri,
Sedangkan bintang timbul-timbulan.
Di waktu purnama berjalan-jalan
Seorang sahaja sayang sendiri;
Digundah lagi di malam hari,
Turun naik bunyi gamelan.
Lamalah sudah, padam suara,
Dibawa angin ke mana tujunya.
Kemudian hilang dalam udara.
Entah di mana sekarang duduknya,
Tetapi hatiku tiada terkira;
Siang dan malam dimabuknya.
(http://elangduka.blogspot.com)

GUBAHAN

Beta bertanam bunga cempaka
Di tengah halaman tanah pusaka,
Supaya selamanya, segenap ketika
Harum berbau, semerbak belaka.
Beta berahu bersuka raya
Sekiranya bunga puspa mulia
Dipetik handaiku, muda usia
Dijadikan karangan, nan permai kaya
Semenjak kuntuman, kecil semula
Beta berniat membuat pahala,
Menjadikan perhiasan, atas kepala.
O Cempaka, wangi baunya
Mari kupetik seberapa adanya
Biar kugubah waktu la’i muda.
(http://elangduka.blogspot.com)

PERASAAN

Hatiku rawan bercampur hibur
Mendengarkan riak desir-mendesir
Menuju ke pantai di tepi bergisir
Berlagu dendang sumber-menyumber.
Ombak bergulung hambur-menghambur
Mencari tepi tanah pesisir
Lalu terhempas di padang pasir
Buih berderai, putih bertabur.
Duduk begini di bulan terang
Mendengarkan gelombang memecah di karang
Rasakan putus jantungku gerang
Setelah selebu sedemikian menyerang
Terdengarlah suara merdu menderang:
‘Perasaan tinggi pemuda sekarang’
(http://elangduka.blogspot.com)

KUMPULAN PUISI W.S.RENDRA

KUMPULAN PUISI KARANGAN WS
RENDRA
Image
SAJAK KENALAN LAMAMU
Oleh :
W.S. Rendra
Kini kita saling berpandangan saudara.
Ragu-ragu apa pula,
kita memang pernah berjumpa.
Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,
tergencet oleh penumpang berjubel,
Dari Yogya ke Jakarta,
aku melihat kamu tidur di kolong bangku,
dengan alas kertas koran,
sambil memeluk satu anakmu,
sementara istrimu meneteki bayinya,
terbaring di sebelahmu.
Pernah pula kita satu truk,
duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,
sambil meremasi tetek tengkulak sayur,
dan lalu sama-sama kaget,
ketika truk tiba-tiba terhenti
kerna distop oleh polisi,
yang menarik pungutan tidak resmi.
Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,
kerna sama-sama anak jalan raya.
……………………………
Hidup macam apa ini !
Orang-orang dipindah kesana ke mari.
Bukan dari tujuan ke tujuan.
Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa
perubahan.
…………………….
Kini kita bersandingan, saudara.
Kamu kenal bau bajuku.
Jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Waktu itu hujan rinai.
Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah
tepat pada waktu kamu juga menariknya.
Kita saling berpandangan.
Kamu menggendong anak kecil di
punggungmu.
Aku membuka mulut,
hendak berkata sesuatu……
Tak sempat !
Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..
Dalam pandangan mata berkunang-kunang,
aku melihat kamu
membawa helaian plastik itu
ke satu gubuk karton.
Kamu lapiskan ke atap gubugmu,
dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..
Sebungkus nasi yang dicuri,
itulah santapan.
Kolong kios buku di terminal
itulah peraduan.
Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal
ini,
karena kita anak jadah bangsa yang mulia.
………………….
Hidup macam apa hidup ini.
Di taman yang gelap orang menjual badan,
agar mulutnya tersumpal makan.
Di hotel yang mewah istri guru menjual badan
agar pantatnya diganjal sedan.
……………..
Duabelas pasang payudara gemerlapan,
bertatahkan intan permata di sekitar
putingnya.
Dan di bawah semuanya,
celana dalam sutera warna kesumba.
Ya, saudara,
Kita sama-sama tertawa mengenang ini
semua.
Ragu-ragu apa pula
kita memang pernah berjumpa.
Kita telah menyaksikan,
betapa para pembesar
menjilati selangkang wanita,
sambil kepalanya diguyur anggur.
Ya, kita sama-sama germo,
yang menjahitkan jas di Singapura
mencat rambut di pangkuan bintang film,
main golf, main mahyong,
dan makan kepiting saus tiram di restoran
terhormat.
………..
Hidup dalam khayalan,
hidup dalam kenyataan……
tak ada bedanya.
Kerna khayalan dinyatakan,
dan kenyataan dikhayalkan,
di dalam peradaban fatamorgana.
……….
Ayo, jangan lagi sangsi,
kamu kenal suara batukku.
Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.
Ya, memang aku. Temanmu dulu.
Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu
bergiliran meniduri gula-gulanya,
dan mengintip ibumu main serong
dengan ajudan ayahmu.
Kita telah sama-sama beli morphin dari guru
kita.
Menenggak valium yang disediakan oleh dokter
untuk ibumu,
dan akhirnya menggeletak di emper tiko,
di samping kere di Malioboro.
Kita alami semua ini,
kerna kita putra-putra dewa di dalam
masyarakat kita.
…..
Hidup melayang-layang.
Selangit,
melayang-layang.
Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..
meninggi…. Ke awan……
Peraturan dan hukuman,
kitalah yang empunya.
Kita tulis dengan keringat di ketiak,
di atas sol sepatu kita.
Kitalah gelandangan kaya,
yang perlu meyakinkan diri
dengan pembunuhan.
………..
Saudara-saudara, kita sekarang berjabatan.
Kini kita bertemu lagi.
Ya, jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Bukankah tadi telah kamu kenal
betapa derap langkahku ?
Kita dulu pernah menyetop lalu lintas,
membakari mobil-mobil,
melambaikan poster-poster,
dan berderap maju, berdemonstrasi.
Kita telah sama-sama merancang strategi
di panti pijit dan restoran.
Dengan arloji emas,
secara teliti kita susun jadwal waktu.
Bergadang, berunding di larut kelam,
sambil mendekap hostess di kelab malam.
Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.
Politik adalah cara merampok dunia.
Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,
untuk menikmati giliran berkuasa.
Politik adalah tangga naiknya tingkat
kehidupan.
dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi
lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !
Politik adalah festival dan pekan olah raga.
Politik adalah wadah kegiatan kesenian.
Dan bila ada orang banyak bacot,
kita cap ia sok pahlawan.
………………………..
Dimanakah kunang-kunag di malam hari ?
Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?
Di hari-hari yang berat,
aku cari kacamataku,
dan tidak ketemu.
………………
Ya, inilah aku ini !
Jangan lagi sangsi !
Inilah bau ketiakku.
Inilah suara batukku.
Kamu telah menjamahku,
jangan lagi kamu ragau.
Kita telah sama-sama berdiri di sini,
melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah
api,
gunung yang kelabu membara,
kapal terbang pribadi di antara mega-mega
meneteskan air mani
di putar blue-film di dalamnya.
…………………
Kekayaan melimpah.
Kemiskinan melimpah.
Darah melimpah.
Ludah menyembur dan melimpah.
Waktu melanda dan melimpah.
Lalu muncullah banjir suara.
Suara-suara di kolong meja.
Suara-suara di dalam lacu.
Suara-suara di dalam pici.
Dan akhirnya
dunia terbakar oleh tatawarna,
Warna-warna nilon dan plastik.
Warna-warna seribu warna.
Tidak luntur semuanya.
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
dari suatu kejadian,
yang kita tidak tahu apa-apa,
namun lahir dari perbuatan kita.
Yogyakarta, 21 Juni 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK MATAHARI
Oleh :
W.S. Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
Yogya, 5 Maret 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK MATA-MATA
Oleh :
W.S. Rendra
Ada suara bising di bawah tanah.
Ada suara gaduh di atas tanah.
Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-
rumah.
Ada tangis tak menentu di tengah sawah.
Dan, lho, ini di belakang saya
ada tentara marah-marah.
Apaa saja yang terjadi ? Aku tak tahu.
Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar.
Aku melihat isyarat-isyarat.
Semua tidak jelas maknanya.
Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,
menggangu pemandanganku.
Apa saja yang terjadi ? Aku tak tahu.
Pendengaran dan penglihatan
menyesakkan perasaan,
membuat keresahan –
Ini terjadi karena apa-apa yang terjadi
terjadi tanpa kutahu telah terjadi.
Aku tak tahu. Kamu tak tahu.
Tak ada yang tahu.
Betapa kita akan tahu,
kalau koran-koran ditekan sensor,
dan mimbar-mimbar yang bebas telah
dikontrol.
Koran-koran adalah penerusan mata kita.
Kini sudah diganti mata yang resmi.
Kita tidak lagi melihat kenyataan yang
beragam.
Kita hanya diberi gambara model keadaan
yang sudah dijahit oleh penjahit resmi.
Mata rakyat sudah dicabut.
Rakyat meraba-raba di dalam kasak-kusuk.
Mata pemerintah juga diancam bencana.
Mata pemerintah memakai kacamata hitam.
Terasing di belakang meja kekuasaan.
Mata pemerintah yang sejati
sudah diganti mata-mata.
Barisan mata-mata mahal biayanya.
Banyak makannya.
Sukar diaturnya.
Sedangkan laporannya
mirp pandangan mata kuda kereta
yang dibatasi tudung mata.
Dalam pandangan yang kabur,
semua orang marah-marah.
Rakyat marah, pemerinta marah,
semua marah lantara tidak punya mata.
Semua mata sudah disabotir.
Mata yangbebas beredar hanyalah mata-mata.
Hospital Rancabadak, Bandung, 28 Januari
1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK ORANG KEPANASAN
Oleh :
W.S. Rendra
Karena kami makan akar
dan terigu menumpuk di gudangmu
Karena kami hidup berhimpitan
dan ruangmu berlebihan
maka kami bukan sekutu
Karena kami kucel
dan kamu gemerlapan
Karena kami sumpek
dan kamu mengunci pintu
maka kami mencurigaimu
Karena kami telantar dijalan
dan kamu memiliki semua keteduhan
Karena kami kebanjiran
dan kamu berpesta di kapal pesiar
maka kami tidak menyukaimu
Karena kami dibungkam
dan kamu nyerocos bicara
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan
maka kami bilang : TIDAK kepadamu
Karena kami tidak boleh memilih
dan kamu bebas berencana
Karena kami semua bersandal
dan kamu bebas memakai senapan
Karena kami harus sopan
dan kamu punya penjara
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu
Karena kami arus kali
dan kamu batu tanpa hati
maka air akan mengikis batu
Suara Merdeka,
Jumat, 15 Mei 1998
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK PEPERANGAN ABIMANYU
(Untuk puteraku, Isaias Sadewa)
Oleh :
W.S. Rendra
Ketika maut mencegatnya di delapan penjuru.
Sang ksatria berdiri dengan mata bercahaya.
Hatinya damai,
di dalam dadanya yang bedah dan berdarah,
karena ia telah lunas
menjalani kewjiban dan kewajarannya.
Setelah ia wafat
apakah petani-petani akan tetap menderita,
dan para wanita kampung
tetap membanjiri rumah pelacuran di kota ?
Itulah pertanyaan untuk kita yang hidup.
Tetapi bukan itu yang terlintas di kepalanya
ketika ia tegak dengan tubuh yang penuh luka-
luka.
Saat itu ia mendengar
nyanyian angin dan air yang turun dari gunung.
Perjuangan adalah satu pelaksanaan cita dan
rasa.
Perjuangan adalah pelunasan kesimpulan
penghayatan.
Di saat badan berlumur darah,
jiwa duduk di atas teratai.
Ketika ibu-ibu meratap
dan mengurap rambut mereka dengan debu,
roh ksatria bersetubuh dengan cakrawala
untuk menanam benih
agar nanti terlahir para pembela rakyat
tertindas
– dari zaman ke zaman
Jakarta, 2 Sptember 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA
Oleh :
W.S. Rendra
Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
Kita bertanya :
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna.
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa
berlaga.
Orang berkata “ Kami ada maksud baik “
Dan kita bertanya : “ Maksud baik untuk
siapa ?”
Ya ! Ada yang jaya, ada yang terhina
Ada yang bersenjata, ada yang terluka.
Ada yang duduk, ada yang diduduki.
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.
Dan kita di sini bertanya :
“Maksud baik saudara untuk siapa ?
Saudara berdiri di pihak yang mana ?”
Kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani yang kehilangan
tanahnya.
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-
orang kota.
Perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja.
Alat-alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.
Tentu kita bertanya :
“Lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”
Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga
bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam.
Malam akan tiba.
Cicak-cicak berbunyi di tembok.
Dan rembulan akan berlayar.
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda.
Akan hidup di dalam bermimpi.
Akan tumbuh di kebon belakang.
Dan esok hari
matahari akan terbit kembali.
Sementara hari baru menjelma.
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan.
Atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra.
Di bawah matahari ini kita bertanya :
Ada yang menangis, ada yang mendera.
Ada yang habis, ada yang mengikis.
Dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !
Jakarta 1 Desember 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
Sajak ini dipersembahkan kepada para
mahasiswa Universitas Indonesia di Jakarta,
dan dibacakan di dalam salah satu adegan film
“Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai
oleh Sumandjaja.
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK POTRET KELUARGA
Oleh :
W.S. Rendra
Tanggal lima belas tahun rembulan.
Wajah molek bersolek di angkasa.
Kemarau dingin jalan berdebu.
Ular yang lewat dipagut naga.
Burung tekukur terpisah dari sarangnya.
Kepada rekannya berkatalah suami itu :
“Semuanya akan beres. Pasti beres.
Mengeluhkan keadaan tak ada gunanya.
Kesukaran selalu ada.
Itulah namanya kehidupan.
Apa yang kita punya sudah lumayan.
Asal keluarga sudah terjaga,
rumah dan mobil juga ada,
apa palgi yang diruwetkan ?
Anak-anak dengan tertib aku sekolahkan.
Yang putri di SLA, yang putra mahasiswa.
Di rumah ada TV, anggrek,
air conditioning , dan juga agama.
Inilah kesejahteraan yang harus dibina.
Kita mesti santai.
Hanya orang edan sengaja mencari kesukaran.
Memprotes keadaaan, tidak membawa
perubahan.
Salah-salah malah hilang jabatan.”
………
Tanggal lima belas tahun rembulan
Angin kemarau tergantung di blimbing
berkembang.
Malam disambut suara halus dalam rumputan.
Anjing menjenguk keranjang sampah.
Kucing berjalan di bubungan atap.
Dan ketonggeng menunggu di bawah batu.
Isri itu duduk di muka kaca dan berkata :
“Hari-hari mengalir seperti sungai arak.
Udara penuh asap candu.
Tak ada yang jelas di dalam kehidupan.
Peristiwa melayang-layang bagaikan bayangan.
Tak ada yang bisa diambil pegangan.
Suamiku asyik dengan mobilnya
padahal hidupnya penuh utang.
Semakin kaya semakin banyak pula utangnya.
Uang sekolah anak-anak selalu lambat
dibayar.
Ya, Tuhan, apa yang terjadi pada anak-anakku.
Apakah jaminan pendidikannya ?
Ah, Suamiku !
Dahulu ketika remaja hidupnya sederhana,
pikirannya jelas pula.
Tetapi kini serba tidak kebenaran.
Setiap barang membuatnya berengsek.
Padahal harganya mahal semua.
TV Selalu dibongkar.
Gambar yang sudah jelas juga masih dibenar-
benarkan.
Akhirnya tertidur…….
Sementara TV-nya membuat kegaduhan.
Tak ada lagi yang bisa menghiburnya.
Gampang marah soal mobil
Gampang pula kambuh bludreknya
Makanan dengan cermat dijaga
malahan kena sakit gula.
Akulah yang selalu kena luapan.
Ia marah karena tak berdaya.
Ia menyembunyikan kegagalam.
Ia hanyut di dalam kemajuan zaman.
Tidak gagah. Tidak berdaya melawannya !”
…………………………………..
Tanggal lima belas tahun rembulan.
Tujuh unggas tidur di pohon nangka
Sedang di tanah ular mencari mangsa.
Berdesir-desir bunyi kali dikejauhan.
Di tebing yang landai tidurlah buaya.
Di antara batu-batu dua ketam bersenggama.
Sang Putri yang di SLA, berkata :
“Kawinilah aku. Buat aku mengandung.
Bawalah aku pergi. Jadikanlah aku babu.
Aku membenci duniaku ini.
Semuanya serba salah, setiap orang gampang
marah.
Ayah gampang marah lantaran mobil dan TV
Ibu gampang marah lantaran tak berani marah
kepada ayah.
Suasana tegang di dalam rumah
meskipun rapi perabotannya.
Aku yakin keluargaku mencintaiku.
Tetapi semuanya ini untuk apa ?
Untuk apa hidup keluargaku ini ?
Apakah ayah hidup untuk mobil dan TV ?
Apakah ibu hidup karena tak punya pilihan ?
Dan aku ? Apa jadinya aku nanti ?
Tiga belas tahun aku belajar di sekolah.
Tetapi belum juga mampu berdiri sendiri.
Untuk apakah kehidupan kami ini ?
Untuk makan ? Untuk baca komik ?
Untuk apa ?
Akhirnya mendorong untuk tidak berbuat apa-
apa !
Kemacetan mencengkeram hidup kami.
Kakasihku, temanilah aku merampok Bank.
Pujaanku, suntikkan morpin ini ke urat darah di
tetekku “
………………………………………
Tanggal lima belas tahun rembulan.
Atap-atap rumah nampak jelas bentuknya
di bawah cahaya bulan.
Sumur yang sunyi menonjol di bawah dahan.
Akar bambu bercahaya pospor.
Keleawar terbang menyambar-nyambar.
Seekor kadal menangkap belalang.
Sang Putra, yang mahasiswa, menulis surat
dimejanya :
“ Ayah dan ibu yang terhormat,
aku pergi meninggalkan rumah ini.
Cinta kasih cukup aku dapatkan.
Tetapi aku menolak cara hidup ayah dan ibu.
Ya, aku menolak untuk mendewakan harta.
Aku menolak untuk mengejar kemewahan,
tetapi kehilangan kesejahteraan.
Bahkan kemewahan yang ayah punya
tidak juga berarti kemakmuran.
Ayah berkata : “santai, santai ! “
tetapi sebenarnya ayah hanyut
dibawa arus jorok keadaan
Ayah hanya punya kelas,
tetapi tidak punya kehormatan.
Kenapa ayah berhak mendapatkan kemewahan
yang sekarang ayah miliki ini?
Hasil dari bekerja ? Bekerja apa ?
Apakh produksi dan jasa seorang birokrat yang
korupsi ?
Seorang petani lebih produktip daripada ayah.
Seorang buruh lebih punya jasa yang nyata.
Ayah hanya bisa membuat peraturan.
Ayah hanya bisa tunduk pada atasan.
Ayah hanya bisa mendukung peraturan yang
memisahkan rakyat dari penguasa.
Ayah tidak produktip melainkan destruktip.
Namun toh ayah mendapat gaji besar !
Apakah ayah pernah memprotes
ketidakadilan ?
tidak pernah, bukan ?
Terlalu beresiko, bukan ?
Apakah aku harus mencontoh ayah ?
Sikap hidup ayah adalah pendidikan buruk bagi
jiwaku.
Ayah dan ibu, selamat tinggal.
Daya hidupku menolak untuk tidak berdaya. “
Yogya, 10 Juli 1975.
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK PULAU BALI
Oleh :
W.S. Rendra
Sebab percaya akan keampuhan industri
dan yakin bisa memupuk modal nasional
dari kesenian dan keindahan alam,
maka Bali menjadi obyek pariwisata.
Betapapun :
tanpa basa-basi keyakinan seperti itu,
Bali harus dibuka untuk pariwisata.
Sebab :
pesawat-pesawat terbang jet sudah dibikin,
dan maskapai penerbangan harus berjalan.
Harus ada orang-orang untuk diangkut.
Harus diciptakan tempat tujuan untuk dijual.
Dan waktu senggang manusia,
serta masa berlibur untuk keluarga,
harus bisa direbut oleh maskapai
untuk diindustrikan.
Dan Bali,
dengan segenap kesenian,
kebudayaan, dan alamnya,
harus bisa diringkaskan,
untuk dibungkus dalam kertas kado,
dan disuguhkan pada pelancong.
Pesawat terbang jet di tepi rimba Brazilia,
di muka perkemahan kaum Badui,
di sisi mana pun yang tak terduga,
lebih mendadak dari mimpi,
merupakan kejutan kebudayaan.
Inilah satu kekuasaan baru.
Begitu cepat hingga kita terkesiap.
Begitu lihai sehingga kita terkesima.
Dan sementara kita bengong,
pesawat terbang jet yang muncul dari mimipi,
membawa bentuk kekuatan modalnya :
lapangan terbang. “hotel – bistik – dan – coca
cola”,
jalan raya, dan para pelancong.
“Oh, look, honey – dear !
Lihat orang-orang pribumi itu!
Mereka memanjat pohon kelapa seperti kera.
Fantastic ! Kita harus memotretnya !
…………………………..
Awas ! Jangan dijabat tangannya !
senyum saja and say hello.
You see , tangannya kotor
Siapa tahu ada telor cacing di situ.
…………………….
My God , alangkah murninya mereka.
Ia tidak menutupi teteknya !
Look , John, ini benar-benar tetek.
Lihat yang ini ! O, sempurna !
Mereka bebas dan spontan.
Aku ingin seperti mereka…..
Eh, maksudku…..
Okey ! Okey !….Ini hanya pengandaian saja.
Aku tahu kamu melarang aku tanpa beha.
Look , now, John, jangan cemberut !
Berdirilah di sampingnya,
aku potret di sini.
Ah ! Fabolous !”
Dan Bank Dunia
selalu tertarik membantu negara miskin
untuk membuat proyek raksasa.
Artinya : yang 90 % dari bahannya harus
diimpor.
Dan kemajuan kita
adalah kemajuan budak
atau kemajuan penyalur dan pemakai.
Maka di Bali
hotel-hotel pribumi bangkrut
digencet oleh packaged tour.
Kebudayaan rakyat ternoda
digencet standar dagang internasional.
Tari-tarian bukan lagi satu mantra,
tetapi hanya sekedar tontonan hiburan.
Pahatan dan ukiran bukan lagi ungkapan jiwa,
tetapi hanya sekedar kerajinan tangan.
Hidup dikuasai kehendak manusia,
tanpa menyimak jalannya alam.
Kekuasaan kemauan manusia,
yang dilembagakan dengan kuat,
tidak mengacuhkan naluri ginjal,
hati, empedu, sungai, dan hutan.
Di Bali :
pantai, gunung, tempat tidur dan pura,
telah dicemarkan
Pejambon, 23 Juni 1977.
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http:// elangduka.blogspot.com)

SAJAK S L A
Oleh :
W.S. Rendra
Murid-murid mengobel klentit ibu gurunya
Bagaimana itu mungkin ?
Itu mungkin.
Karena tidak ada patokan untuk apa saja.
Semua boleh. Semua tidak boleh.
Tergantung pada cuaca.
Tergantung pada amarah dan girangnya sang
raja.
Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam
mengatur kata-kata.
Ibu guru perlu sepeda motor dari Jepang.
Ibu guru ingin hiburan dan cahaya.
Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor.
Dan juga ingin jaminan pil penenang,
tonikum-tonikum dan obat perangsang yang
dianjurkan oleh dokter.
Maka berkatalah ia
Kepada orang tua murid-muridnya :
“Kita bisa mengubah keadaan.
Anak-anak akan lulus ujian kelasnya,
terpandang di antara tetangga,
boleh dibanggakan pada kakak mereka.
Soalnya adalah kerjasama antara kita.
Jangan sampai kerjaku terganggu,
karna atap bocor.”
Dan papa-papa semua senang.
Di pegang-pegang tangan ibu guru,
dimasukan uang ke dalam genggaman,
serta sambil lalu,
di dalam suasana persahabatan,
teteknya disinggung dengan siku.
Demikianlah murid-murid mengintip semua
ini.
Inilah ajaran tentang perundingan,
perdamaian, dan santainya kehidupan.
Ibu guru berkata :
“Kemajuan akan berjalan dengan lancar.
Kita harus menguasai mesin industri.
Kita harus maju seperti Jerman,
Jepang, Amerika.
Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma.”
Murid-murid tertawa,
dan mengeluarkan rokok mereka.
“Karena mengingat kesopanan,
jangan kalian merokok.
Kelas adalah ruangbelajar.
Dan sekarang : daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa dan berkata :
“Kami tidak suka daftar logaritma.
Tidak ada gunanya !”
“kalian tidak ingin maju ?”
“Kemajuan bukan soal logaritma.
Kemajuan adalah soal perundingan.”
“Jadi apa yang kaian inginkan ?”
“Kami tidak ingin apa-apa.
Kami sudah punya semuanya.”
“Kalian mengacau !”
“Kami tidak mengacau.
Kami tidak berpolitik.
Kami merokok dengan santai.
Sperti ayah-ayah kami di kantor mereka :
santai, tanpa politik
berunding dengan Cina
berunding dengan Jepang
menciptakan suasana girang.
Dan di saat ada pemilu,
kami membantu keamanan,
meredakan partai-partai.”
Murid-murid tertawa.
Mereka menguasai perundingan.
Ahli lobbying .
Faham akan gelagat.
Pandai mengikuti keadaan.
Mereka duduk di kantin,
minum sitrun,
menghindari ulangan sejarah.
Mereka tertidur di bangku kelas,
yang telah mereka bayar sama mahal
seperti sewa kamar di hotel.
Sekolah adalah pergaulan,
yang ditentukan oleh mode,
dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan.
Dan bila ibu guru berkata :
“Keluarkan daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa.
Dan di dalam suasana persahabatan,
mereka mengobel ibu guru mereka.
Yogya, 22 Juni 1977.
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http:// elangduka.blogspot.com)

SAJAK SEBATANG LISONG
Oleh :
W.S. Rendra
Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka
Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-ka
nak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………
Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.
Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di- up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa
pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………
Kita harus berhenti membeli rumus-rumus
asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
19 Agustus 1977
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi
Sajak ini dipersembahkan kepada para
mahasiswa Institut Teknologi Bandung, dan
dibacakan di dalam salah satu adegan film
“Yang Muda Yang Bercinta”, yang disutradarai
oleh Sumandjaya.
(http:// elangduka.blogspot.com)

SAJAK SEBOTOL BIR
Oleh :
W.S. Rendra
Menenggak bir sebotol,
menatap dunia,
dan melihat orang-orang kelaparan.
Membakar dupa,
mencium bumi,
dan mendengar derap huru-hara.
Hiburan kota besar dalam semalam,
sama dengan biaya pembangunan sepuluh
desa !
Peradaban apakah yang kita pertahankan ?
Mengapa kita membangun kota metropolitan ?
dan alpa terhadap peradaban di desa ?
Kenapa pembangunan menjurus kepada
penumpukan,
dan tidak kepada pengedaran ?
Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari
industri,
Tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri
asing
akan pasaran dan sumber pengadaan bahan
alam
Kota metropolitan di sini,
adalah sarana penumpukan bagi Eropa, Jepang,
Cina, Amerika,
Australia, dan negara industri lainnya.
Dimanakah jalan lalu lintas yang dulu ?
Yang neghubungkan desa-desa dengan desa-
desa ?
Kini telah terlantarkan.
Menjadi selokan atau kubangan.
Jalanlalu lintas masa kini,
mewarisi pola rencana penjajah tempo dulu,
adalah alat penyaluran barang-barang asing
dari
pelabuhan ke kabupaten-kabupaten dan
bahan alam dari kabupaten-kabupaten ke
pelabuhan.
Jalan lalu lintas yang diciptakan khusus,
tidak untuk petani,
tetapi untuk pedagang perantara dan cukong-
cukong.
Kini hanyut di dalam arus peradaban yang
tidak kita kuasai.
Di mana kita hanya mampu berak dan makan,
tanpa ada daya untuk menciptakan.
Apakah kita akan berhenti saampai di sini ?
Apakah semua negara yang ingin maju harus
menjadi negara industri ?
Apakah kita bermimpi untuk punya pabrik-
pabrik
yang tidak berhenti-hentinya
menghasilkan……..
harus senantiasa menghasilkan….
Dan akhirnya memaksa negara lain
untuk menjadi pasaran barang-barang kita ?
…………………………….
Apakah pilihan lain dari industri hanya
pariwisata ?
Apakah pemikiran ekonomi kita
hanya menetek pada komunisme dan
kapitalisme ?
Kenapa lingkungan kita sendiri tidak dikira ?
Apakah kita akan hanyut saja
di dalam kekuatan penumpukan
yang menyebarkan pencemaran dan
penggerogosan
terhadap alam di luar dan alam di dalam diri
manusia ?
……………………………….
Kita telah dikuasai satu mimpi
untuk menjadi orang lain.
Kita telah menjadi asing
di tanah leluhur sendiri.
Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,
dan menghamba ke Jakarta.
Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar
mimpi
dan menghamba kepada Jepang,
Eropa, atau Amerika.
Pejambon, 23 Juni 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK SEONGGOK JAGUNG
Oleh :
W.S. Rendra
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda melihat ladang;
ia melihat petani;
ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar ………..
Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur
tungku-tungku menyala.
Di dalam udara murni
tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja
Tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik
etalase.
Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari
kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi
asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu
kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
Tim, 12 Juli 1975
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK SEORANG TUA DI BAWAH POHON
Oleh :
W.S. Rendra
Inilah sajakku,
seorang tua yang berdiri di bawah pohon
meranggas,
dengan kedua tangan kugendong di belakang,
dan rokok kretek yang padam di mulutku.
Aku memandang zaman.
Aku melihat gambaran ekonomi
di etalase toko yang penuh merk asing,
dan jalan-jalan bobrok antar desa
yang tidak memungkinkan pergaulan.
Aku melihat penggarongan dan pembusukan.
Aku meludah di atas tanah.
Aku berdiri di muka kantor polisi.
Aku melihat wajah berdarah seorang
demonstran.
Aku melihat kekerasan tanpa undang-undang.
Dan sebatang jalan panjang,
punuh debu,
penuh kucing-kucing liar,
penuh anak-anak berkudis,
penuh serdadu-serdadu yang jelek dan
menakutkan.
Aku berjalan menempuh matahari,
menyusuri jalan sejarah pembangunan,
yang kotor dan penuh penipuan.
Aku mendengar orang berkata :
“Hak asasi manusia tidak sama dimana-mana.
Di sini, demi iklim pembangunan yang baik,
kemerdekaan berpolitik harus dibatasi.
Mengatasi kemiskinan
meminta pengorbanan sedikit hak asasi”
Astaga, tahi kerbo apa ini !
Apa disangka kentut bisa mengganti rasa
keadilan ?
Di negeri ini hak asasi dikurangi,
justru untuk membela yang mapan dan kaya.
Buruh, tani, nelayan, wartawan, dan
mahasiswa,
dibikin tak berdaya.
O, kepalsuan yang diberhalakan,
berapa jauh akan bisa kaulawan kenyataan
kehidupan.
Aku mendengar bising kendaraan.
Aku mendengar pengadilan sandiwara.
Aku mendengar warta berita.
Ada gerilya kota merajalela di Eropa.
Seorang cukong bekas kaki tangan fasis,
seorang yang gigih, melawan buruh,
telah diculik dan dibunuh,
oleh golongan orang-orang yang marah.
Aku menatap senjakala di pelabuhan.
Kakiku ngilu,
dan rokok di mulutku padam lagi.
Aku melihat darah di langit.
Ya ! Ya ! Kekerasan mulai mempesona orang.
Yang kuasa serba menekan.
Yang marah mulai mengeluarkan senjata.
Bajingan dilawan secara bajingan.
Ya ! Inilah kini kemungkinan yang mulai
menggoda orang.
Bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi,
maka bajingan jalanan yang akan diadili.
Lalu apa kata nurani kemanusiaan ?
Siapakah yang menciptakan keadaan darurat
ini ?
Apakah orang harus meneladan tingkah laku
bajingan resmi ?
Bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak
ditindak ?
Apakah kata nurani kemanusiaan ?
O, Senjakala yang menyala !
Singkat tapi menggetarkan hati !
Lalu sebentar lagi orang akan mencari bulan
dan bintang-bintang !
O, gambaran-gambaran yang fana !
Kerna langit di badan yang tidak berhawa,
dan langit di luar dilabur bias senjakala,
maka nurani dibius tipudaya.
Ya ! Ya ! Akulah seorang tua !
Yang capek tapi belum menyerah pada mati.
Kini aku berdiri di perempatan jalan.
Aku merasa tubuhku sudah menjadi anjing.
Tetapi jiwaku mencoba menulis sajak.
Sebagai seorang manusia.
Pejambon, 23 Oktober 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK SEORANG TUA TENTANG BANDUNG
LAUTAN API
Oleh :
W.S. Rendra
Bagaimana mungkin kita bernegara
Bila tidak mampu mempertahankan
wilayahnya
Bagaimana mungkin kita berbangsa
Bila tidak mampu mempertahankan kepastian
hidup
bersama ?
Itulah sebabnya
Kami tidak ikhlas
menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris
dan akhirnya kami bumi hanguskan kota
tercinta itu
sehingga menjadi lautan api
Kini batinku kembali mengenang
udara panas yang bergetar dan
menggelombang,
bau asap, bau keringat
suara ledakan dipantulkan mega yang jingga,
dan kaki
langit berwarna kesumba
Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat
manusia.
Kedaulatan hidup bersama adalah sumber
keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
Mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
Manusia mana
Akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian ?
Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah
Hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
Itulah sebabnya kami melawan penindasan
Kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi
kedaulatan
bangsa tetap terjaga
Kini aku sudah tua
Aku terjaga dari tidurku
di tengah malam di pegunungan
Bau apakah yang tercium olehku ?
Apakah ini bau asam medan laga tempo dulu
yang dibawa oleh mimpi kepadaku ?
Ataukah ini bau limbah pencemaran ?
Gemuruh apakah yang aku dengar ini ?
Apakah ini deru perjuangan masa silam
di tanah periangan ?
Ataukah gaduh hidup yang rusuh
karena dikhianati dewa keadilan.
Aku terkesiap. Sukmaku gagap. Apakah aku
dibangunkan oleh mimpi ?
Apakah aku tersentak
Oleh satu isyarat kehidupan ?
Di dalam kesunyian malam
Aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku !
Apakah yang terjadi ?
Darah teman-temanku
Telah tumpah di Sukakarsa
Di Dayeuh Kolot
Di Kiara Condong
Di setiap jejak medan laga. Kini
Kami tersentak,
Terbangun bersama.
Putera-puteriku, apakah yang terjadi?
Apakah kamu bisa menjawab pertanyaan
kami ?
Wahai teman-teman seperjuanganku yang
dulu,
Apakah kita masih sama-sama setia
Membela keadilan hidup bersama
Manusia dari setiap angkatan bangsa
Akan mengalami saat tiba-tiba terjaga
Tersentak dalam kesendirian malam yang sunyi
Dan menghadapi pertanyaan jaman :
Apakah yang terjadi ?
Apakah yang telah kamu lakukan ?
Apakah yang sedang kamu lakukan ?
Dan, ya, hidup kita yang fana akan mempunyai
makna
Dari jawaban yang kita berikan.
Sajak-sajak : Rendra, Sutardji Calzoum Bachri
pada Hari Kebangkitan Nasional 1990
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang
gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah
kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa
menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak
poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib
kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak
menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua ,1972
…BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK TANGAN
Oleh :
W.S. Rendra
Inilah tangan seorang mahasiswa,
tingkat sarjana muda.
Tanganku. Astaga.
Tanganku menggapai,
yang terpegang anderox hostes berumbai,
Aku bego. Tanganku lunglai.
Tanganku mengetuk pintu,
tak ada jawaban.
Aku tendang pintu,
pintu terbuka.
Di balik pintu ada lagi pintu.
Dan selalu :
ada tulisan jam bicara
yang singkat batasnya.
Aku masukkan tangan-tanganku ke celana
dan aku keluar mengembara.
Aku ditelan Indonesia Raya.
Tangan di dalam kehidupan
muncul di depanku.
Tanganku aku sodorkan.
Nampak asing di antara tangan beribu.
Aku bimbang akan masa depanku.
Tangan petani yang berlumpur,
tangan nelayan yang bergaram,
aku jabat dalam tanganku.
Tangan mereka penuh pergulatan
Tangan-tangan yang menghasilkan.
Tanganku yang gamang
tidak memecahkan persoalan.
Tangan cukong,
tangan pejabat,
gemuk, luwes, dan sangat kuat.
Tanganku yang gamang dicurigai,
disikat.
Tanganku mengepal.
Ketika terbuka menjadi cakar.
Aku meraih ke arah delapan penjuru.
Di setiap meja kantor
bercokol tentara atau orang tua.
Di desa-desa
para petani hanya buruh tuan tanah.
Di pantai-pantai
para nelayan tidak punya kapal.
Perdagangan berjalan tanpa swadaya.
Politik hanya mengabdi pada cuaca…..
Tanganku mengepal.
Tetapi tembok batu didepanku.
Hidupku tanpa masa depan.
Kini aku kantongi tanganku.
Aku berjalan mengembara.
Aku akan menulis kata-kata kotor
di meja rektor
TIM, 3 Juli 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING
Oleh :
W.S. Rendra
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang
parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.
Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

TAHANAN
Oleh :
W.S. Rendra
Atas ranjang batu
tubuhnya panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali
Di lorong-lorong
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah
Di mulutnya menetes
lewat mimpi
darah di cawan tembikar
dijelmakan satu senyum
barat di perut gunung
(Para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam)
Dini hari bernyanyi
di luar dirinya
Anak lonceng
menggeliat enam kali
di perut ibunya
Mendadak
dipejamkan matanya
Sipir memutar kunci selnya
dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu !
Diseret di muka peleton algojo
ia meludah
tapi tak dikatakannya
-Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.
Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://elangduka.blogspot.com)

Sabtu, 08 Maret 2014

Mei

oleh : elang duka
Hari ini hujan lagi, tetesannya begitu deras
sederas tangis di hatiku
sadari semua bahwa, hari ini kan terjadi…lagi
dan lagi, berulang kali kisah yang sama
pertemuan kehilangan, luka bahagia, tawa
airmata, meninggalkan ditinggalkan
memandangmu saja aku tak sanggup, apalagi
mendengar semua kata darimu
kututup telinga dan pejamkan mata bukan
karena ku tak perduli padamu
tapi aku tak kuasa mendengar kata “selamat
tinggal”dan melihat kau berlalu dari sisiku.
Kau tau kita tak bisa satu…ini bukan inginmu
bukan inginku bukan ingin kita
maaf…maaf aku harus pergi, semua tersimpan
dalam hatiku, pedih
hujan itu sama seperti hari saat kita bersama,
tapi mengapa kini rasanya dingin, kosong
berkali kali ku kuatkan hati agar air mata tak
menetes, tapi percuma…
luka itu telah tergores lagi, bukan karena dirimu
tapi karena waktu
ya ironis….waktu yang buat kita bersama namun
pisahkan kita juga.
Lupakanmu adalah hal yang tak mungkin
kulakukan, buang semua hal tentangmu sama
saja dengan tikam hatiku, walau kau takkan
pernah tau hal itu
kenangan itu terlalu dalam di hati, dan kaupun
tau itu
sejauh apapun aku melangkah kau akan selalu
ada
takkan bisa ku hapuskan jejakmu dengan jejak
lain
jangan lihat senyumku itu palsu, ku tak ingin
kau cemaskanku
abaikan saja semua tentangku, karena mungkin
dengan itu kau kan lupakanku
kesakitan itu lebih dari yang kau kira….
pahami arti caraku mencintaimu, walau
mungkin kau tak perduli lagi apa rasaku
maaf buatmu lelah menahan semua kesempitan
hati
Jika ada waktu yang lebih baik, ku ingin kau dan
aku bersama dengan cara yang berbeda
jangan lukai diri kita..aku mohon jangan sakiti
kisah itu
jika kau ingin berlalu lekaslah jangan berpaling
lagi padaku
karena ku tak ingin kau lihat air mata ini
karena ku ingin memelukmu hari ini, esok dan
selamanya
dan itu akan makin lukai kita.
Hujan itu masih sama seperti saat kita masih
bersama, namun airnya kini membaur bersama
tangisku, dinginnya lukai hatiku, jangan ragukan
hati ini, jangan..!!

Elang duka-puisi

CINTA DI BALIK SENJA
bila senja datang aku slalu memandang,,
melukis wajahmu dengan bias bias jingga,,
bertinta rasa berkuaskan jiwa,,
menjadikan langit sebagai kamfasnya,,
angin bertiup dengan sayu menyapa raga,,
rumput rumput bergoyang bergerak penuh
tanya,,
burung burungpun berkicau dalam
teriakannya,,
namun sayang aku tak mengerti bahasa
isyaratnya,,
aku hanya memandang dan terus memandang,,
raut wajahmu yangku lukis indah di senja
sana,,
yang membuatku selalu teringat denganmu,,
seakan waktu tak bisa menghapusmu dalam
benakku,,
namun sayang sungguh sayang kau tak tau ini
terjadi,,
perasa'an yang indah menghantui jiwa dalam
diri,,
yang lama terpendam membelenggu rasa tak
beertepi,,
membuatku terseret jauh dengan arus
tersembunyi,,
disa'at hati mulai berani meluahkan rasa ini,,
ketakutan datang melanda merasuk dalam
jiwa,,
membuat rasa ini terpendam hadirkan resah,,
yang bertapa dalam pusaran sukma,,

Senja ini

Aku sekarang menjadi batu
Di tapal batas tanpa suara
Menjerit dalam keheningan yaang berlarut
Tanpa seorang tahu akan keadaan ku
Menjadi sebuah cerita yang usang
Tertutup oleh tebalnya debu kebisuan
Berbaur dengan sandiwara tanpa arah
Aku mencoba berlari
namun mereka selalu mengejarku
Menangkap ku dan menyayat kulitku
Aku terduduk pilu dalan keheningan
Ku tak bisa meronta
ku hanya terikat sebuah keadaan
Lalu akku mencoba merangkak
dengan sayatan perih luka di jiwa
Kucobaa untuk terus merayap
Menembus batas emossi dan keegoisan
Ketika ku lihat pintu terang disana
Hanya ada cahaya silau yang menusuk nuran

Hanya kamu!!!

Hanya... Kau hadir memberi cinta, membawa
bahagia, dan memberikan rasa rindu yang
tak pernah ada habisnya.
Ketika cahaya hatiku redup kamu
mampu untuk meneranginya
kembali, kasih sayangmu lah yg
menjadi lenteranya.
Hatiku akan selalu ku jaga hanya untukmu,
tak akan pernah ku biarkan orang lain
mengusiknya. Cukup kamu dihatiku.
Mata tidak salah melihat, hati
pun tidak salah untuk
merasakan, setiap melihat dirimu
aku bahagia, hanya kamu.
Bernaung didalam ruang kebahagian
disetiap detik waktu yang kupunya, itulah
kekuatan besar cintamu, begitu indah.
Cinta yang tulus akan bersemi
dengan indah, sama seperti
cerita cinta kita saat ini, semoga
kebahagiaan itu selalu hadir.
Cinta yang tulus akan bersemi dengan
indah, sama seperti cerita cinta kita saat
ini, semoga kebahagiaan itu selalu hadir.
Cinta hanya akan indah pabila
berpondasikan kasih sang
pencipta. Karena Cinta berasal
dari-Nya Dan cinta yg paling
utama adalah cinta kepada sang
pencipta cinta.
Cinta adalah caraku bercerita tentang
dirimu, caraku menatap kepergian mu dan
caraku tersenyum, saat menatap indah
wajahmu.
Ada seribu hal yang bisa
membuatku berpikir untuk
meninggalkanmu, namun ada
satu kata yang membuatku tetap
disini. Aku Cinta Kamu.
Aku pernah jatuhkan setetes air mata di
selat Sunda. Di hari aku bisa
menemukannya lagi, itulah waktunya aku
berhenti mencintaimu.
Jangan takut mencinta, hanya
karena pernah terluka. Cinta
sejati tak datang begitu saja, tapi
melalui proses sedih dan tawa
bersama.
Ketika jatuh cinta, jangan berjanji tak
saling menyakiti, namun berjanjilah tuk
tetap bertahan, meski salah satu tersakiti.
Cinta slalu Setia pada Hati, tak
peduli betapa hebat logika. Tapi
kamu harus tahu kapan tuk
gunakan logika agar hatimu tak
terus terluka.